Tadi malam waktu ngobrol dengan beberapa teman kantor, saya cerita tentang dokter gigi saya yang punya angle menarik mengenai cara penanganan gigi. Katanya jangan pernah mencabut gigi sebab selalu bisa saling memperkuat dengan gigi lain. Saya tambahkan, itu bisa jadi metafor untuk banyak hal. Percakapan melayang sekitar subyektivitas kita terhadap macam-macam hal, mulai dari politik, berita populer, sampai pada cara memandang orang. Mendadak Dewi mengatakan: 'bagus tuh W, kaitan dengan dokter gigi. Metafor baru, W tulis dong!'.... Oke Dew, ini saya tulis:
AREA magazine, 9 August 2010
Dalam perusahaan kecil dimana kami bekerja, semua sepakat dari semula mendahulukan sikap afiliative. Apa itu? Perlu kita ikuti jalan pikiran ahli manajemen. Jangan takut, ini untuk konteks saja, tidak akan menjadi artikel ilmu manajemen. Kata para ahli, ada enam management style.
Coercive Style: Dengan gaya paksa, manajemen bertekad mencapai hasil terbaik. Komunikasi berjalan satu arah, pimpinan ingin anak buah bekerja persis seperti diinstruksikan Authoritative Style: Pimpinan memberikan visi dan misi. Keputusan diambil oleh manajer tapi masukan karyawan diminta juga. Manajemen trampil mempengaruhi anak buah agar mendukung. Tegas tapi adil. Manajemen mengutakaman harmoni, kerjasama dan rasa nyaman. Penuh pengertian terhadap kebutuhan keluarga yang tidak sejalan kepentingan kerja. Manajemen berusaha mengurangi ketegangan antar pegawai, mendukung suasana relax dan acara rekreasi. Pimpinan berusaha disukai rekan-rekan sebagai dasar motivasi. Manusia nomor satu, kalau perlu tugas menjadi nomor dua.
Democratic Style: Membentuk konsensus dan menyerahkan keputusan kepada anggota team.
Pacesetting Style: pimpinan menetapkan standard dan tujuan, selanjutnya anggota dipercayakan jalan sendiri. Pimpinan memberikan contoh melalui action.
Coaching Style: Manajer mengarahkan pertumbuhan pegawai dengan membantu menemukan kekuatan dan kelemahan masing-masing anggota. Kesalahan dianggap sebagai kesempatan belajar dan digunakan untuk self-assessment. Semua diberi perhatian yang sama.
Tidak ada yang mutlak benar diantara enam gaya ini, karena semua tergantung tujuan perusahaan dan jenis manusia yang bekerja disitu. Tapi dalam perusahaan kecil kami, sudah 15 tahun diterapkan affiliative style, yang kadang diperkeras menjadi Coaching Style kalau orang perlu upgrading. Tapi intinya adalah manusia nomor satu dengan segala problem-nya, kekurang mampuannya. Profit dan target usaha dijadikan nomor dua, karena aset jangka panjang bukanlah uang tapi manusia. Kalau orang ingin lebih maju sampai tidak punya toleransi lagi terhadap rekannya yang ketinggalan, ia dipersilakan pindah ke perusahaan dengan diberi rekomendasi kuat. Perusahaan kami tetap menjaga suasana harmonis sebagai tempat belajar dan tempat berteduh, ibarat "second home." Beberapa orang sudah meninggalkan perusahaan dengan baik-baik, tanpa hard feelings, karena kita tahu setiap orang punya kebutuhan yang berkembang.
Ada satu unsur yang diperlukan untuk mensukseskan gaya affiliative, yaitu sikap eklektik. Saya mulai mengerti istilah ini dengan baik ketika Gus Dur mengatakan, " Saya suka Si Itu karena dia bersikap eklektik." Setelah menerima penjelasan dari beliau, saya membuka internet. Disitu ada banyak penjelasan, search saja kata “eclectic.” Dari kamus, definisi eklektik adalah 'memilih dari berbagai sumber, tidak ikut satu aliran tapi mengambil yang terbaik dari berbagai sistem.'
Aha! Katanya untuk bisa mengambil yang terbaik, kita harus bisa mengenal sifat terbaik dari berbagai sumber. Misalnya kita punya 30 pemain sepakbola yang mutunya berbeda-beda, kita harus bisa mengambil yang terbaik dari setiap pemain. Kita tahu kemampuan masing-masing, sebab kecuali pemain yang serba mahir, pasti pemain bola punya keterbatasan masing-masing. Bisa lari cepat, tapi kurang bisa kombinasi tiktok. Tembakan keras, tapi tidak lincah. Pandai membaca permainan dan membagi bola, tapi sering cedera. Mantap sundulannya, lemah dalam dribbling. Akhirnya dengan mengenal pemain, sang pelatih bisa membentuk kesebelasan yang efektif. Kanan luar yang cepat dan mampu melewati pemain belakang lawan, memberi umpan lambung yang disambut dengan sundulan maut. Menggunakan ahli membaca permainan sebagai pemain tengah, dia ditugaskan sebagai playmaker, dan seterusnya. Seperti inilah kira-kira kesebelasan Belanda, hampir menjadi Juara Dunia dengan modal pemain yang jauh lebih murah dari kesebelasan Inggris yang tersisih pada tahap awal.
Dokter gigi saya orang yang optimis. Kalau ada beberapa gigi yang lemah, dia katakan tidak apa-apa. Asal ada satu yang kuat, dia bisa menjadi jangkar bagi gigi lainnya dengan teknik penguatan atau prostesis. Sama dengan kelompok 20 orang, ada lima yang kuat, mereka bisa menyangga kekuatan semuanya. Dokter gigi saya sangat segan mencabut gigi, sebab gigi itu punya sejarah kecocokan dengan gigi lain. Mencabutnya akan merusak kombinasi dan sinergi yang sudah terbentuk lama. Lebih baik manfaatkan semua gigi, lalu perkuat dengan berbagai cara. Sampai dia betul-betul tidak cocok, dan terpaksa rela dilepaskan. Tapi biarlah lepas secara alamiah, agar tidak menimbulkan trauma.
Jumat, 04 Maret 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Check Page Rank of your Web site pages instantly: |
This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar